Kamis, 25 November 2010

PUISI ISI HATI


Saatnya Membatik Kain Hati
Oleh : M. Alfithrah Arufa

Warna-warni alunan nada gemuruh menyuruh-nyuruh
Dari arah ujung corong-corong mulut gunung yang bingung
Angin meriuh, gelombang menari-nari sambil bernyanyi
Dari tepi bibir-bibir pantai yang memercik tapi mencekik

Masih terdengar gemuruh perut bumi yang merintih pedih
Menggeliat dalam tangisnya dan berdendang lalu menendang
Masih terasa tangisan langit yang sedih dengan amarah panas
Menjerit ketakutan sambil menunduk di kolongnya yang hampa

Ingat…Ini bukan jabang bayi yang nyenyak dalam rahim suci
bukan pula si malam senyam yang bersembunyi saat siang bertahta
dengarkan aspirasi alam yang mulai congkak sebab kita congkak
Adakah wakil-wakil alam yang belum sempat memundurkan diri ?

Ingat… Bangsa dan negara ini adalah anugerah Sang Pencipta
Tanah subur, Air juga udara ini menjadi tubuh dan darah bangsa
Dulu memancar cerah dari sumber ruh cahaya timur yang fithrah
Kini menjelma surut dan terbenam padam menuju syaraf-syaraf barat

 Lalu dimana kiblat hatimu, saat gendang telingamu beku ?
Tersumbat rapat tak mau tahu dan menjauh pada rintihan bumi
Dimana sudut hatimu, kala retinamu pipih dan mengatup redup ?
Gelap membuta tak mau tahu dan mengintip pada tangisan langit

Seonggok tiang lurus di tengah lapangan mulai rapuh berayap
Mengibarkan sehelai kain kusam yang sedikit pudar meluntur
Putihmu berdarah diterpa udara yang marah sebab amarah bukan derma
Merahmu tak menyengat lagi, kau takut dan malu pada leluhurmu

Tanah air adalah hati negeri ini
Masih kering terontah dan kadang tandus
Merah putih adalah sanubari bangsa ini
Masih terombang-ambing membisu dihantam badai 

Dimana analisa tajammu, bagaimana persepsi hatimu?
Haruskah kita meyulam kain baru demi hati yang baru?
Di mana nurani aslimu, bagaimana inti jati dirimu ?
Haruskah kita merajut lagi dengan benang yang kusut?

Biarkan rasa dan karsa yang terwarisi berkibar kembali
Biarkan helaian kaku ini bermoral tanpa nada dan noda
Walalu memuai budaya bukan hanya ilusi telinga dan mata
Tapi saatnya membatik kain hati dan agama kita kembali.

###