Senin, 06 Desember 2010

TARBIyyah

DESIGN MADRASAH (SEKOLAH) MENJADI “KAYA”
(Tela’ah Managerial Budget Dalam Ranah Pendidikan Islam)

Oleh : M. Alfithrah Arufa, S.Pd.I


  1. Pendahuluan
Berangkat dari Firman Allah Subhanahu Wata’ala  yang artinya :
….Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (Q.S Al-Baqoroh [2]: 197).
Sekilas ada subuah intruksi kongkrit yang perlu kita analisis lebih dalam firman Allah tersebut, seakan mengajak kita untuk berfikir, kalau segala urusan memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang, apapun targetnya dan bagaimanapun jalurnya tentu tidak akan keluar dari lingkaran sebuah bekal atau modal. Begitu pula dengan urusan kelembagaan ataupun birokrasi dunia pendidikan, terlepas dari kompleksnya sumber bekal tersebut, uang (budget) merupakan salah satu bekal yang urgen dalam upaya menghidupkan roda-roda struktural lembaga pendidikan dalam hal ini adalah sekolah beserta mekanisme hingga sarana dan prasarana penunjang dalam mencapai target-targetnya.
Selama ini ada kesan bahwa keuangan seolah menjadi segalanya dalam memajukan sutu lembaga pendidikan, tanpa dukungan financial yang cukup, top manager lembaga pendidikan seakan tidak bisa berbuat banyak dalam upaya memajukan lembaga pendidikan yang dipimpinnya, karena mereka berpikir semua upaya memajukan senantiasa harus dimodali uang. Seakan upaya memajukan lembaga pendidikan tersebut tanpa adanya dukungan financial (uang) akan mendeg di tengah jalan.[1]  
Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan terutama bagi pendidikan Islam, dalam mewujudkan kualitas pendidikan yang diharapkan tersebut, perlu adanya pengelolaan secara menyeluruh dan profesional terhadap sumberdaya yang ada dalam lembaga pendidikan Islam dan salah satu sumber daya yang perlu dikelola dengan baik dalam lembaga pendidikan Islam adalah masalah keuangan. Dalam konteks ini keuangan merupakan sumber dana yang sangat diperlukan oleh sekolah Islam dalam meningkatkan kualitas pengajar maupun pelajar. Oleh karena itu, seorang top manager sebagai pimpinan pendidikan di sekolah harus mengetahui dan mampu mengelola keuangan sekolah Islam dengan baik bertanggung jawab dan transparan kepada masyarakat dan pemerintah.[2] Hal ini diharapkan guna mencapai sekolah islam (baca: Madrasah) yang “kaya” dalam segala hal yang positif-produktif dan konstrukif sesuai dengan firman Allah pada ulasan sebelumnya (lih : Q.S Al-Baqoroh [2]: 197).          
            Fenomena uang sebagai alat yang bisa dikatakan vital itu, telah mengundang perhatian yang sangat besar bagi kalangan aktor pendidikan, seolah-olah ada dua wajah yang nampak antara kebutuhan dan kepentingan, penggalangan dana yang rumit terutama bagi kalangan lembaga pendidikan swasta pemula. Sehingga donator (mungkin saja pemerintah) harus beradu antara dana atau kepercayaan dari ratusan ajang kreatifitas membuat proposal dari berbagai lembaga yang dirinya membutuhkan bahkan yang membutuhkan dirinya. Sekarang mari kita pikirkan mana yang lebih penting, dana atau kepercayaan dalam upaya memajukan lembaga pendidikan Islam? Dalam hal ini peranan manajemen keuangan sangat penting dalam mengatur kestabilan keuangan dan anggaran pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan Islam. ada kekeliruan atau tidaknya prosedur keuangan lembaga pendidikan Islam tentu tergantung pada kualitas system manajemen yang di terapkan. 
            Makalah yang berjudul “Design Madrasah (Sekolah) Menjadi Kaya” ini seolah-olah mengandung ambiguitas upaya sajian anlisa, di satu sisi judul ini sebuah intruksi dan di sisi lain mungkin sebagai referensi bagi kalangan pendidikan. Bagaimanakah menurut anda ?

  1. Kajian Umum Manajemen Keuangan Pendidikan
1.      Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan dalam arti sempit adalah tata pembukuan. Sedangkan dalam arti luas adalah pengurusan dan pertanggung jawaban dalam menggunakan keuangan baik pemerintah pusat maupun daerah. [3]
Menurut R. Agus Sartono, manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana, baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif dan efesien maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efesien.[4]
Maka berdasarkan pengertian tersebut manajemen keuangan disini mengarah pada uang dan bagaimana mengatur keuangan agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen keuangan dalam pendidikan menuntut lembaga pendidikan formal melakukan suatu usaha pengelolaan sumber keuangan, pemanfaatan keuangan, mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan dengan baik.

2.      Tahap-tahap manajemen keuangan
Menurut Thomas. H. Jones, manajemen memiliki tiga tahapan penting[5] yang jika di terapkan dalam pengelolaan keuangan akan ditemukan singkronisasi,  yaitu :
a.       Perencanaan, yaitu penyusunan anggaran (budgeting)
Penganggaran merupakan proses kegiatan atau proses penyusunan anggaran (budget). Budget ini merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalm bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu.[6] Penganggaran memeliki beberapa karakteristik dan fungsi.


Ø      Karakteristik Anggaran
Anggaran pada dasarnya memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan atau sisi pemerolehan biaya ditentukan oleh besarnya biaya yang diterima oleh lembaga dari summer dana, misalnya dari pemerintah, masyarakat, orang tua peserta didik dan sumber-sumber lainnya.[7]
Ø      Fungsi Anggaran
Anggaran disamping sebagai alat untuk perencanaan dan pengendalian, juga merupakan alat Bantu bagi manajemen dalam mengarahkan suatu lembaga menempatkan organisasi dalam posisi yang kuat atau lemah. Oleh karena itu anggaran jiga dapat berfungsi sebagai tolak ukur keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Disaming itu, anggaran dapat pila dijadikan sebagai alat untuk memperngaruhi dan memotivasi pimpinan dan manajer dan karyawan untuk bekerja efisien dalam mencapai  sasaran-sasaran lembaga.[8]
Jika kita melihat perkembangannya, anggaran mempunyai manfaat yang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu :
ü      Sebagai alat penaksir,
ü      Sebagai alat otoritas pengeluaran dana, dan
ü      Sebagai alat efesiensi.[9]
Ø      Prinsip-Prinsip dan Prosedur Anggaran
Prinsip-prinsip penyusunan anggaran bila dikaitkan denggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian menurut Nanang Fattah adalah sebagai berikut :
ü      Adanya pembagian wewenang dan tangggungjawab yang jelas dalam sisttem manajemen dan organisasi.
ü      Adanya system akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran.
ü      Adanya penelitian dan analisa untuk menilai kinerja organisasi.
ü      Adanya dukungan dari pelaksana mulai dari tingkat atas sampai yang ppaling bawah.[10]
Ø      Bentuk-bentuk Anggaran
Macam-macam bentuk anggaran adalah sebagai berikut :
ü      Anggaran butir per butir (line item budget)
Anaggaran butir per butir ini merupakan bentuk anggaran yang paling simpel dan banyak digunakan . dalam bentuk  ini setiap pengeluaran dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori, misalnya gaji, upah, honor, menjadi satu kategori atau satu nomor atau butir, dan perlengkapan, sarana, material dengan butir tersendiri.[11] 
ü      Anggaran program (Program budget system)
Bentuk anggaran ini dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap program. Anggaran program dihitung berdasarkan jenis program. Sebagai bahan perbandingan kalau dalam anggaran butir per butir disebutkan gaji guru, sedangkan dalam anggaran program disebut gaji uuntuk perencanaan pengajaran IPA sebagai salah satu komponen dan menyangkut semua kaitannya dengan pelajaran IPA.[12]  
ü      Anggaran berdasarkan kinerja (Performance-based budget)
Benntuk ini sesuai namanya menekankan kinerja (performance) dan bukan pada keterperincian dari suatu alokasi anggaran. Anggaran berdasarkan hasil ini merupakan alat manajemen yang dapat mengidentifikasi secara jelas satuan dari hasil suatu program dan sekaligus merinci butir per butir dari kegiatan yang harus dibiayai.[13] 
ü      Sistem Perencanaan Penyusunan Program Dan Penganggaran (SP4) / Planing Programing Budgeting System (PPBS).
PPBS ini merupakan kerangka kerja dalam perencanaan dengan mengorganisasikan informasi dan menganalisisnya secara sistematis. Dalam  PPBS ini tiap-tipa tujuan suatu program dinyatakan dengan jelas, baik jangka pendek maupun jangka penjang, dalam proses ini data tentang biaya, keuntungan, kelayakan suatu program disajikan secara lengkap sehingga pengambil keputusan dapat menentukan pilihan program yang dianggap paling menguntungkan.[14]
Ø      Azas-Azas Dalam Anggaran
Berikut in adalah Azas-Azas Dalam Anggaran dalam biaya pendidikan:
ü      Azas Plafond ; anggaran belanja tidak boleh melebihi jumlah tertinggi dari standar yang telah ditentukan.
ü      Azas pengeluaran berdasarkan mata anggaran ; pengeluaran pembelanjaan harus didasrkan pada anggaran yang telah ditetapkan.
ü       Azas tidak langsung ; adalah ketentuan bahwa setiap penerimaan uang tidak boleh digunakan secara langsung untuk keperluan pengeluaran.[15]

b.      Pelaksanaan, yaitu pembukuan/akuntansi (accounting)
kegiatan kedua dalam manajemen pembiyaan adalah akuntansi, merupakan bahasa yang digunakan untuk mengembangkan hasil kegiatan ekonomi. Kegeiatan-kegiatan tersebut melibatkan konversi (perubahan) sumber daya yang ada menjadi barang dan jasa yang bisa dipakai. Oleh karena itu accounting berkaitan dengan mengukur dan menyingkap hasil dari kegiatan konversi sumber daya tadi.
Fungsi akuntansi bagi badan usaha dan masyarakat adalah menyajikan informasi kuantitatif tertentu yang dapat digunakan oleh pimpinan entitas ekonomi maupun pihak lainnya untuk mengambil keputusan. Berikut ini adalah komponen-komponen system akuntansi : 1) Bagan perkiraan, 2) Buku besar 3) Jurnal, dan 4) Buku cek.[16]


c.       Penilaian, yaitu pemeriksaan (auditing)
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian barang bukti ttentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independent untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.[17] Dalam hal ini auditing berkaitan dengan pertanggung jawanban penerimaan, penyimpanan dan pembayaran atau penyerahan uang yang dilakukan bendaharawan kepada pihak-pihak yang berwenag.[18] 
Adapun jenis-jenis auditing adalah sebagai berikut ;
ü      Audit laporan keuangan
Bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi, telah disajikan sesuuai dengan kriteria-kriteria tertentu.
ü      Audit operasional
Merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi unutk menilai efesiensi dan efektifitasnya. Dalam audit operasional, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi, tetapi juga meliputi evaluasi terhadap strukstur  organisasi, pemanfaatan komputer, metode produksi, dan bidang-bidang lain sesuai dengan keahlian auditor. Pada dasarnya auditor operasional cendrung memberikan saran perbaikan prestasi kerja dibandingkan melaporkan keberhasilan prestsasi kerja yang sekarang. Dalam hal ini audit operasional lebih merupakan konsultasi manajemen dari pada audit.[19]  
ü      Audit ketaatan
Audt ini bertujuan mempertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Hasil audit ketaatan biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi dalam pihak tertentu dalam organisasi atau lembaga. Pimpinan organiisasi adalah pihak yang paling berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan.[20]  

Kegiatan lain yang berkaitan dengan manajemen keuangan adalah membuat laporan pertanggung jawaban keuangan kepada kalangan internal lembaga atau eksternal yang menjadi stakeholder lembaga pendidikan. Pelaporan bisa dilakukan secara periodik seperti laporan tahunan dan laporan pada amasa akhir masa jabatan   pimpinan. [21]

Ø      Hal-Hal Yang Berpenggaruh Terhadap Dana Pendidikan
Pembiayaan penndidikan tidak pernah teteap dan akan selalu berkembang dari tahun ke tahun. Secara garis besar perubahan pembiayaan pendidikan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu factor eksternal dan internal.
Faktor eksternal
ü      Berkembangnya demokrasi pendidikan
ü      Kebijakan pemerintah
ü      Tuntutan akan pendidikan
ü      Adanya inflasi
Faktor internal
ü      Tujuan pendidikan
ü      Pendekatan yang digunakan
ü      Materi yang disajikan
ü      Tingkat dan jenis pendidikan[22]

  1. Manajemen Keuangan Pada Lembaga Pendidikan Islam (Madrasah)
1.      Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan sekolah Islam
Penggunaan keuangan dalam lembaga pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.       Hemat tidak mewah, efesien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan
b.      Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program atau kegiatan.
c.       keharusan penggunaa kemampuan.[23]

2.      Perencanaan Anggaran Sekolah Islam
Kepala sekolah diharuskan mampu menyusun Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja sekolah  (RAPBS). Oleh karena itu kepala sekolah harus mengetahui sumber-sumber dana yang merupakan sumber daya sekolah.  Sumber dana tersebut antara lain meliputi dana rutin, dana penunjang pendidikan (DPP), Subsidi Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan (SBPP), Bantuan Operasional dan Perawatan (BOP), Bantuan Operasional sekolah (BOS), BP3, donator, badan usaha serta sumbangan lain-lain. Untuk sekolah-sekolah swasta sumber dana bersumber dari SPP, subsidi pemerintah, donator, yayasan, masyarakat secara luas.[24]
Selain itu biasanya sekolah islam juga mengembangkan penggalian dana dalam bentuk :
a.       Amal jariyah ; diwujudkan dalam bentuk sumbanagan orang tua siswa baru. Formulir sumbangan ini diberikan setelah siswa dinyatakan diteriama menjadi siswa pada suatu sekolah.
b.      Zakat Mal ; dalam hal ini BP3 bisa mengedarkan formulir zakat mal kepada orang tua  siswa pada settiap bulan Ramadhan.
c.       Uang Syukuran ; orang tua diharapka bisa mengisi kas sekolah Islam secara sukarela sebagai rasa syukur tatkala anaknya masuk kelas.
d.      Amal Jum’at ; sebagai salah satu sarana untuk ikhlas beramal bagi setiap siswa, maka BP3 bisa mengedarkan kotak amal kepada siswa secara sukarela.[25]
                                     
3.      Sumber anggaran yang digali oleh lembaga pendidikan Islam.
Secara umum pembiayaan lembaga pendidikan Islam dapat berasal dari :
a.       Orang tua murid dan masyarakat (perorangan dan dunia usaha)
b.      Pemerintah, baik berupa dana rutin (institusi negeri) maupun bantuan (bagi institusi swasta)
c.       Bantuan lain yang seperti pinjaman luar negeri yang diperuntukkan bagi pendidikan, sepperti UNICEF atau UNESCO, pinjaman Bank Dunia, Bank pembanguna Asia, atau Bank pembangunan Islam.[26]
Proses penggalian dana ini tentunya memerlukan kepercayaan yang  kuat antara top manager ataupun pihak yang bertuga menggali dana terhadap calon donator yang menjadi daya pendidikan lembaga tersebut. Ada beberapa langkah yang perlu ditempuh dalam membina kepercayaan, yaitu sebagai berikut :
ü      Pihak yang mengajukan proposal kepada calon donator haruslah orang yang terkenal jujur, bersih dan amanat.
ü      Lembaga pendidikan Islam harus mampu menunjukan bahwa bantuan dari pihak-pihak lain yang diterima saat ini dimanfaatkan secara benar dan dapat dibuktikan.
ü      Pihak yang mengajukan bantuan bersama kelompoknya haruslah orang-orang yang dikenal memiliki semangat besah untuk menghidupkan lembaga pendidikan Islam.
ü      Calon donator harus bida diyakinkan bahwa pelaksanaan program benar-benar sangat penting. Bahkan menndesak untuk diwujudkan.
ü      Calon donator perlu disadarkan bahwa bantuan yang akan diberikan akan membangun lembaga pendidikan Islam merupakan shadaqah jariyah yang pahalanya terus mengalir.[27]

4.      Penggunaan Anggaran Sekolah Islam
Dilihat dari segi penggunaannya, sumber dana dapat di bagi sebagai berikut :
a.       Anggaran untuk kegiatan rutin, yaitu gaji dan biaya operasional sehari-hari sekolah.
b.      Anggaran untuk pengembangan sekolah.[28]
Selain dua hal tersebut ada satu macam lagi yang perlu dialokasikan, yaitu anggaran untuk kebutuhan dan kepentingan social, baik bantuan social ke dalam maupun ke luar,[29] 

5.      Pelaksanaan Anggaran Belanja Sekolah Islam
Dalam mempergunakan anggaran, sekolah Islam tentu tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip yang telas dipaparkan sebelumnya.  Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menganut azas pemisahan tugas antara funsi otorisator, ordonatur, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonatur adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas seggala tindakan yang dilakukan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat  berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan-perhitungan dan pertanggungjawaban.[30]
Berdasarkan dengan hal tersebut dapat diterapkan panca tertib, yaitu : (1) tertib program, (2) tertib anggaran, (3) tertib administrasi, (4) tertib pelaksanaan, (5) tertib pengendalian atau pengawasan.[31]

6.      Peranan Top Manajer lembaga pendidikan Islam dalam manajemen keuangan.
Dalam peningkatan kuantitas perekonomian sekolah Islam, manajer sebuah lembaga pendidikan Islam paling tidak memiliki naluri bisnis (sense fo bussines), tentunya untuk kepentingan lembaga, bukan untuk kepentingan pribadi. Dalam naluri seorang pimpinan sekolah Islam harus bisa melihat kesempatan dan peluang dalam bagi kepentingan lembaga yang dipimpinnya, terutamma apabila dana atau uang itu telah didapatkan, seorang manajer lembaga pendidikan Islam harus bisa berusaha mengembangkanya melalui usaha-usaha produktif agar dana tersebut tidak mandeg dan habis sia-sia. Usaha tersebut bisa diwujudkan dalam usaha mandiri secara otonom maupun kerja sama dengan para pengusaha dengan pola bagi hasil. Tentu hal seperti ini memerlukan kesungguhan, keuletan, kejelian, perhitungan yang presisi, serta pengontrolan secara ketat dan peridik.[32]
Pada bagian lain manajer lembaga pendidikan Islam harus menjaga kepercayaan para pemberi dana dan juga pihak lain. Dengan begitu meraka tidak akan jera untuk membantu lembaga pendidikan Islam, bahkan diupayakan agar mereka dapat mambantu lagi. [33]   
Bagi lembaga pendidikan, perlu dilakukan proses pengawasan yang dilakukan langsung oleh para pimpinan terhadap bidang yang menggunakan keuangan walaupun secara struktural dan fungsionalnya telah ada yang bertugas untuk hal tersebut. Karena hal ini merupakan amanah yang menuntuk akuntabilitas (vertical-horizontal), maka sudah saatnya sekolah-seklolah Agama atau pesantren mampu memperhatikan pengawasan anggaran ini. Hhal ini tentu akan berakibat pada akuntabilitas para pemimpin sekolah demi menjaga kepercayaan dari semua pihak dan nama baik sekolah yang dipimpinnya.[34]   
Selain penyusunan anggaran yang tepat dan singkron dengan kebutuhan, manajer lembaga pendidikan Islam juga bertugas mengusahakan agar para bawahannya melkukan tugas dan kewajibannya dan diarahkan sesuai dengan sasaran yang telah diteteapkan terutama dalam hal keuangan. Harus bisa membuka diri untuk trasparansi.[35] 

  1. UU Sisdiknas dan Kondisi Pendanaan Pendidikan Islam 
            Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Dasar tentang Sisterm Pendidikan Nasional, “Pendanaan pendidikan menajdi tanggung jawab bersama antara pemerintah, daerah, dan masyarakat.”[36] Ketentuan ini merupakan ketentuan normatif yang menjadi payung hukum tentang tanggung jawab pendanaan bagi semua jenis pendidikan. Hanya saja, realitanya baru mulai proses paling awal bagi lembaga pendidikan swasta. Terlebih lagi, lembaga pendidikan Islam yang maoritas swasta selama ini telah menjadi korban diskriminasi kebijakan pemerintah.
Kondisi Madrasah Diniyah, Taman Pendidikan Al-Qur’an, dan pesantren lebih parah lagi. Lembaga-lembaga tersebut telah berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi kurang mendapat perhatian pemerintah, baik pemerintah pusat naupun daerah. Baru belakangan ini ada upaya dari suatu pemerintah daerah untuk memeberi tunjanagan pada Guru-Guru mengaji di lembaga-lembaga tersebut sebesar Rp. 50.000,- setahun.[37] Suatu angka yang sangat memprihatinkan memang, bahkan kalau dianggap secara emosional merupakan suatu angka yang melecehkan. Seharusnya, pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerahberupaya mengalokasikan gaji bagi mereka setiap bulan melalui pemerdayaan pendapatan pemerintah pusat dan daerah.
Jadi, tanggung jawab pendanaan pendidikan, terutama menyangkut madrasah diniyah, taman pendidikan Al-Qur’an, dan pesantren hingga sekarang ini masih belum dapat perhatian yang memadai dari pemerintah pusat atau daerah. Baru sebatas masyarakat yang memiliki kepedulian pada lembaga-lembaga tersebut dengan memberi bantuan. Jadi, amanat UU tentang Sisdiknas pasal 46 ayat 1 tersebut masih belum dilaksanakan secara memadai oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai sumber keuangan dalam konteks pendidikan.

  1. Kesimpulan dan Penutup
Tidak banyak argumentasi yang yang bisa kita soroti dari sudut materialistik pendidikan di Idonesia, pengelolaan keuangan yang akan menjadi sasaran “empuk” bagi segala pihak ini tentu akan melahirkan sekomplek kesimpangsiuran dalam pengaturan uang di negara (yang katanya) memiliki peringkat tertinggi kedua dalam masalah uang (baca: korupsi).
Dari rangkaian teoritik yang kami sajikan pada makalah ini hanya akan berotasi pada kulit luar sasaran dalam Design Madrasah (sekolah) Menjadi “Kaya”, dalam artian inti makna aplikatif “kaya” yang kita harapkan cenderung sulit tersentuh jika belum meluaskan defenitifnya dalam ruang bathin seorang pengelola Pendidikan Islam, sangat miskin sekali  jika “kaya” bagi pendidikan Islam di nobatkan sebagai setumpuk lembaran uang yang diharap-harapkan, sementara proses pencapaiannya tidak ada kejelasan dan kepercayaan yang dibangun sejak awal. Sikap berpangku tangan pada satu target donatur menjadi indikator bahwa lembaga pendidikan Islam kurang kreatif dan mandiri.
Kita tentu akan merasa bangga dengan melihat pesantren sebagai lembaga swasta murni, tetapi mampu mengembangkan sumber-suber keuangannya secara mendiri. Misalnya Pesantren Al-Zaitun Indamayu Jawa Barat, Ponpes Modern Darus Salam, Gontor-Ponorogo yang terkenal dengan pengelolahan tanah wakafnya, pesantren An-Nur Bulawang Malang dengan usaha pom bensinnya di berbagai tempat, dan masih banyak lagi lembaga-lembaga lainnya.
Disinilah kemudian kami dapat memuntahkan suatu tawaran sementara bagi lembaga pendidikan Islam, bahwa inti dari manajemen keuangan dalam pendidikan Islam dapat dikatakan “kaya” (baca: berhasil) apabila telah berusaha sekuat tenaga untuk menggali dana secara kreatif  (bahkan mandiri) dan maksimal, menggunakan dana secara jujur dan terbuka, mengembangkan dana secara produktif, dan memper-tanggungjawab-kan dana secara objektif. Bila sikap ini benar-benar dilaksanakan oleh para manjer lembaga pendidikan Islam, maka manajemen keuangan akan membantu kemajuan lembaga pendidikan yang dipimpin tersebut, bahkan lebih jauh akan memberi efek referentif bagi dunia ilmu pendidikan, bukan lagi intruktif yang dilemparkan secara bertubi-tubi oleh berbagai kalangan terhadap lembaga Pedidikan Islam.    
Demikianlah hidangan analisa kami menegnai manajemen budget Pendidikan Islam, sehingga perlu menghadirkan pertanyaan di akhir maklah ini, sudah atau belum “kaya”kah Lembaga pendidikan Islam di negeri kita yang unik ini? Jawablah secara objektif aktualitas, dan apa yang akan kita lakukan sebagai agen of change dunia Pendidikan?                 

Wallahu A’lam
     
DAFTAR RUJUKAN


Arikunto Suharsimi dan Lia Yuliana, 2000,  Manajemen Pendidikan, Yogyakarta; Aditya Media & FIP UNY.
Fattah Nanang, 2009,  Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung; Rosda.
Hikmat, 2009, Manajemen pendidikan, bandung ; Pustaka setia,
Panduan Manajemen Sekolah TEP, 1998, Direktorat pendidikan menengah Depdikbud.
Qomar Mujamil, ttp, Manajemen Pendidikan Islam Strategi baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Surabaya ; Erlangga.
Sartono R. Agus, 2001, Manajemen keuangan Teori dan Aplikasi, Yogyakarta; FE UGM, Cet I.
Sulistiorini, 2009, Manajemen Pendidikan Islam, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta ; Teras.
Syafaruddin, 2005,  Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Ciputat ; Ciputat Press.
Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009, Manajemen Pendidikan, Bandung; Alfabeta,
UU RI NO. 21 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, ttp, tkp : Pustaka Widyatama.


[1] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Surabaya, Erlangga, t.t.p, hlm. 163
[2] Sulistiorini, Manajemen Pendidikan Islam, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta, Teras, 2009, hlm. 130
[3] Ibid.
[4] R. Agus Sartono, Manajemen keuangan Teori dan Aplikasi, Yogyakarta; FE UGM, 2001, Cet ke-1,    hlm. 6.
[5] Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, Bandung; Alfabeta, 2009, hlm. 257  
[6] Nanang Fatth, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung; Rosda, 2009, hlm. 47
[7] Ibid, hlm. 48
[8] Ibid, hlm. 49
[9] Ibid
[10] Ibid, hlm.50
[11] Ibid, hlm.53
[12] Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan,…., hlm. 262
[13] Ibid. hlm. 263
[14] Ibid. hlm. 263
[15] Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta; Aditya Media & FIP UNY, 2000, hlm. 319-320
[16] Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan,…., hlm. 265-566
[17] Ibid, hlm. 267
[18] Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta; Aditya Media & FIP UNY, 2000, hlm. 318
[19] Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan,….,, hlm. 268
[20] Ibid, hlm. 269
[21] Ibid, hlm. 269
[22] Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, …., hlm. 320-321
[23] Sulistiorini, Manajemen Pendidikan Islam, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta, Teras, 2009, hlm. 131
[24] Ibid, hlm. 132
[25] Ibid, hlm. 133
[26] Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Ciputat ; Ciputat Press, 2005, hlm. 268
[27] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Surabaya, Erlangga, t.t.p, hlm. 165
[28] Panduan Manajemen Sekolah TEP : Direktorat pendidikan menengah Depdikbud, 1998, hlm. 82
[29] Mujamil Qomar,… hlm. 167
[30] Sulistiorini, Manajemen Pendidikan Islam,…. hlm.134
[31] Ibid, hlm. 135
[32] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam,… hlm. 169
[33] Ibid.
[34] Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Ciputat ; Ciputat Press, 2005, hlm. 270
[35] Hikmat, Manajemen pendidikan, bandung ; Pustaka setia, 2009, hlm. 128
[36] UU RI NO. 21 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tkp : Pustaka Widyatama, tt, hlm.31 
[37] Mujamil Qomar,… hlm. 166

Jumat, 03 Desember 2010

CERPEN

Gelang Nun ‘Ainun
Oleh : Muhammad Alfithrah Arufa*

Makan malam sudah tiba waktunya, suasana meja dapur rumah pak ‘Ainun masih dan akan sepi dari kehadiran manusia, hanya ada beberapa piring keramik kotor yang mengatup di tengah meja makan yang terbuat dari bambu kuning, gelas-gelasnya pun terbuat dari bambu, tertata rapi di tepi meja dan ditemani sebuah kendi agak dingin yang tampak kosong isinya, ada sedikit tetesan air di jalur retaknya kendi itu. Suasana ruangan dapur yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya kegunaan dapur rumah, sepi tak terawat. Cuaca rumah bapak ‘Ainun hampir sama dengan hawa udara di luar rumahnya, saat itu langit tampak mendung dengan semerbak angin-angin kecil yang terus menyemilir di sela-sela kaki rumah yang tak berbeton itu. Pak ‘Ainun masih terus berdiam diri dan memendung dalam kamarnya yang berukuran 6 x 3 meter persegi, jam dinding yang menggelantung di tengah kamarnya telah menunjukan pukul 20:20 waktu kampung Murhum, pak ‘Ainun terus melamunkan dirinya, berperang dalam sanubarinya yang hampa seorang diri, hanya ditemani rumah berdesain bambunya yang sudah tua rapuh lengkap dengan perabotannya yang klasik dan kuno, tempat bermukim yang lebih tua dari umurnya sendiri, rumah yang mulai dari pasak hingga tiangnya serba dari bambu itu adalah warisan orang tuanya setahun sebalum kemerdekaan terproklamasikan di negeri ini. sembari detik terus berlari, tatapan pak ‘Ainun makin tajam mengarah pada foto-foto kusam terbingkai kulit bambu yang menempel pada tembok anyaman kamarnya, ada sedikit cahaya menyebar dari ujung sumbu lampu minyak yang terbuat dari bekas kaleng susu. hatinya beradu dalam ratapan tangisan yang mendayu sedu dalam pandangan foto-foto tiga almarhumah isterinya, tersimpan seribu pesan yang sulit terungkap dari benak seorang ‘Ainun, makin membisu dengan tatapan mata yang digilirnya pada satu persatu foto-foto istrinya itu. Terus secara bergantian, seirama dengan detak detik jarum jam dinding kamarnya.
***
Konon kabarnya pak ‘Ainun adalah seorang putra saudagar kaya pada zaman orde baru, rumah warisan itu sengaja tidak dirombak atau direnovasi sesuai dengan perkembangan tekstur dan arsitek bangunan yang berkembang tiap tahunnya, hal ini karena pak ‘Ainun telah mendapatkan amanat dari almarhum ayahandanya, untuk tetap memelihara dan melestarikan rumahnya itu sampai pada keturunan kelak. Amanat dan warisan yang akan berantai terus hingga ada dzat yang menghentikan perjalanan rantai itu. Tidak ada alasan yang yang jelas kenapa amanat itu harus dilimpahkan padanya, seolah tiada taranya, begitu kuat dan penuh nilai yang berharga di dalam rumah bambunya itu, sampai-sampai harapan target amanat almarhum ayahandanya itu begitu jauh menuju kepada keturunan pak ‘Ainun kelak, bahkan akan melebihi kekuatan rumah itu sendiri, amanat yang terus akan dimakan oleh kerasnya gejolak alam ini. Sanggupkah dirinya mengukir amanat tersebut, batinnya kemudian berkecamuk kencang. Memecah dalam pikirannya yang beradu dengan hatinya.
Malam semakin larut, tubuh pak ‘Ainun semakin lemah, malam itu perutnya belum sempat ia ganjal dengan sedikit makanan pokoknya, gemuruh guntur mengiramai deru lambung kosongnya, awan yang mendung gelap sejak malam tadipun pecah dan gerimis besar mengguyuri kampung Murhum, mulai deras dan makin deras, lidah-lidah petir terus menjilat-jilat, menyambarkan percikan cahaya retak di mana-mana, menerangi setiap cela kosen dan jendela rumah pak ‘Ainun. Dalam keadaan seperti itu pak ‘Ainun belum juga merubah cuaca hatinya, ia masih tetap dalam lamunannya, amanat ayahandanya yang telah merekat di otaknya, dihafalkannya bahkan telah ia tulis di belakang foto almarhumah isteri pertamanya, amanah yang terus menghantuinya dalam keadaan bagaimanapun. Dia hanya berfikir kemanakah amanah itu akan dia berikan ketika nafas dan jantungnya berhenti seketika itu juga. Sebab ketiga isterinya yang telah wafat lebih dahulu belum sempat memberikan satupun keturunan dalam kehidupannya. Di usianya yang mulai lanjut itu dia takut jika kelak tidak ada yang menjaga rumah bambu warisan dan amanahnya itu. Hidup sebatang kara di rumah yang penuh amanah, membuatnya hampa dan lupa akan segala hal di luar rumahnya sana, dia tidak mau tahu lagi dengan ributnya kejadian di lereng sebrang timur sana, bahkan suara sirene tanda bahaya dari balai desa membisu di telinganya. Bagai deru angin yang numpang lintas di gendang telinganya saja, tak ada perubahan.
***
Sementara di luar rumah, kampung Murhum menangis dan menjerit keras, semua warga berlarian menuju bukit Wolio di sebelah barat kampung, telah tiba waktunya sholat subuh namun adzan subuh tidak sempat lagi berkumandang di petala kolong lagit Murhum, panik dan takut menyelimuti seluruh kampung, merasa dikejar amukan sirene dari balai desa kampung Murhum, digempar oleh dentuman guntur berpetir yang terus menggelegar dan memecah langit dengan cahayanya yang panas. Ada teriakan penuh duka dari kerumunan warga kampung, “Banjiiiiirrr…., banjiiiiirrr…., cepat semua ke bukit…!!!”, sungai Laiwoi meluap deras menuju bantaran sungai, menyelinap cepat dan bertamu di setiap rumah-rumah warga kampung Murhum, air kini tak bersahabat dengan mereka, walau sungai Laiwoi merupakan sumber utama kehidupan warga, kini sungai itu seolah menuntut haknya pada mereka. Dengan pakaian seadanya, dengan kondisi bangun tidur yang reflektif, warga terus berlarian sambil berteriak dalam guyuran hujan bersama badai yang makin deras, gesekan hutan bambu makin beradu keras di bukit Wolio. Anak-anak dan wanita sepuh yang beruban terus menangis dan gemetar, air mata, air hujan dan air sungai seolah berencana dan bekerjasama kompak dalam keadaan seperti ini. Semuanya mengalir deras dan membasahi makhluk apapun.
Warga sudah tidak peduli dengan harta bendanya yang ada di dalam maupun di luar rumah mereka, sesampai di bukit Wolio mereka sempat melirik aliran sungai yang makin cepat tinggi menggapai atap rumah mereka, batin mereka kacau sambil menjerit, menggelengkan kepala yang mualai panas, mengingat keringat mereka selama ini, dan sekilas memaksa mengingat kuasa tuhannya. Mereka hanya bisa berteduh dan mengaduh pada daun-daun bambu yang menghutan di bukit Wolio itu, namun ternyata bambu bukan selimut dan atap yang menderma bagi mereka saat itu, sekitar 313 warga Murhum mulai menggigil, sekujur tubuh mereka basah kuyup, lebih dingin dengan udara embun subuh yang masih menyembunyikan sinar matahari di balik tebalnya awan kelam itu. Dengan cepat kemudian salah seorang warga mengarahkan semua warga untuk mengungsi dan berteduh di sebuah rumah sederhana yang bertembok anyaman bambu, rumah yang berada di bukit wolio dan sepertinya telah lama bersarang di tengah-tengah semak hutan bambu yang terus bergesekan dan mengeluarkan suara himpitannya yang beradu antara kulit dan tubuh bambu, ribut.
***
Ada sepercik cahaya lampu minyak yang kedap-kedip terhempas angin dari arah cela ventilasi rumah Pak ‘Ainun, teduh dan tenang tampak dari luar rumah, namun seketika tiba-tiba berubah gaduh dan ramai…, telah siap dari luar rumah, ratusan warga berlarian menuju kediaman bambu pak ‘Ainun, seorang warga menggedor-gedor pintu rumah itu, berkalil-kali, namun tak ada jawaban yang keluar dari dalam rumah itu.
“Pak ‘Ainun…pak…, pak ‘Ainun…,buka pintunya pak…!!!” teriak seorang Kakek tua dengan suara seraknya.
lama warga menunggu dalam guyuran hujan, lalu dengan inisiatif seorang pemuda yang sudah tidak sabar lagi, pintu-pun didobrak dengan paksa, hanya dengan sekali dobrakan pintu tua itupun terhempas membuka dan sisinya-pun rusak bahkan patah berantakan. Rumah sempit berlantaikan tanah itu kemudian dihinggapi ratusan warga Murhum yang masih selamat, menyempit dan berebutlah warga mencari posisi yang aman dan terteduh, setiap pojok rumah itu di tempati oleh warga, hanya bisa duduk melipat lutut sambil meratapi dukanya masing-masing, mereka tidak bisa membaringkan badan. kebanyakan pria muda warga bejaga-jaga dan tetap bertahan di luar rumah, beradu dengan badai dan gemurh hujan yang tak reda-reda juga.
Belum lama mereka berebut ketenangan di dalam rumah bambu itu, tiba-tiba terdengar teriakan keras seorang wanita paruh baya. Suaranya menggema dari arah kamar pak ‘Ainun, dan teriakan wanita lainpun susul menyusul dari arah kamar itu, sekejap suasana rumah berubah panik dan rasa takutpun mengalir. Seorang pria muda yang mendobrak pintu tadi kemudian menghampiri arah suara itu, bukan main terkejutnya pemuda itu, “Innalillahi wa innalillahi raji’un”, bisik lirih pemuda itu dengan jemarinya menutupi mulutnya, terkejut sekali. Puluhan wanita di sekitar mayat pak ‘Ainun mulai histeris katakutan, tangisan takut wanitapun menggema di kamar itu. Tak ada yang tahu kapan pemilik rumah itu menghembuskan nafas terakhirnya, sebagian besar warga banyak yang tidak mengenal pak ‘Ainun, karena sifatnya yang selalu individual, bahkan merekapun baru mengetahui kalau di bukit wolio dan di tengah hutan bambu ini bertahta sebuah rumah kuno yang berdiri kokoh. Hanya kakek Andolo yang kenal persis dengan pak ‘Ainun dan keluarganya, mantan kepala desa yang menjabat pada tahun 1956-1960 itu kemudian menghampiri jenazah pak ‘Ainun, terasa olehnya hikmah dari bencana yang di alami warga Murhum kala itu, ratusan botol minuman tradisonal panas beralkohol yang bernama kameko tertata di bawah ranjang pak ‘Ainun, itulah kebiasaan yang dilakukan oleh pak ‘Ainun selama ini, dan tidak menutup kemungkinan hiburan air beralkohol ini juga biasa dilakukan oleh warga kampung Murhum sejak dahulu. Hilangnya budaya adzan, kurangnya niat mengangkat sajadah dan mengingat penciptanya, serta sulitnya sifat sosial warga antara sesamanya. Itu yang dirasakan kakek paruh baya itu selama dia hidup di kampung Murhum.
Kakek Andolo melihat-lihat sekitar kamar pak ‘Ainun, banyak interior bambu yang menempel di tembok kamar pak ‘Ainun, bingkai foto-foto indah, sebuah lukisan kiblat umat islam seluruh dunia juga terpampang di sana, sebuah kaligrafi surat Al-fatihah yang terbuat dari potongan bambu menggantung miring tepat di atas kepala jenazah pak ‘Ainun, ada nama pengarangnya di pojok klaigrafi bambu itu, Ahmad Abdullah Lainea 1925, “ya… ini adalah karya almarhum ayah pak ‘Ainun, seorang saudagar kaya pada zamannya”, otaknya mengingat-ngingat cerita ayahnya sendiri kala Andolo berusia 15 tahun dulu. Sementara di luar rumah pak ‘Ainun hujan mulai reda, perlahan awan gelap menyingkir seolah mempersilahkan cahaya mentari menerobos cela-clela awan itu. Ada sedikit ketenagan dan kehangatan dalam suasana duka itu. Bersamaan dengan masuknya sinar matahari di kamar pak ‘Ainun dan menyinari lafadz Ar-Rahman kaligrafi Al-Fatihah yang miring posisinya itu, ujung sudut bingkainya mengarah pada jenazah. Kakek Andolo pun melototi dan membaca kalimat lafadz yang terkena sinar matahari itu. Ada yang kurang menurutnya, makin dekat ia melihatnya, berusaha meyakinkan dirinya sendiri, ya hanya terbaca Ar-Rahma, kurang sau huruf disana, huruf nun yang melengkung dan menggandeng huruf mim ternyata tidak ada di sana. Hanya ada titiknya di atas, “lantas dimanakah huruf nunnya?”, Tanya kakek Andolo dalam hatinya. seolah ada seribu isyarat yang ingin dititipkan pak ‘Ainun dalam peristiwa ini. Entah apa maksud dengan hilangnya huruf nun lafadz yang bermakna maha pengasih itu. Kakek Andolo memutar pikirannya sambil melihat-lihat sekitar kamar, mengamati dengan hati-hati setiap keanehan di ruangan itu.
Ada yang mengganjal di hati kakek Andolo saat melihat tetasan darah dari arah tepi kiri kain selimut yang membungkus pak ‘Ainun, tetasannya makin deras, dan ketika di buka ternyata pergelangannya terseleti oleh gelang yang di pakainya, gelang bambu yang unik dan tajam sisinya. Gelannya tidak melingkar penuh.
“Seperti bulan sabit, atau seperti ….???, ya seperti huruf nun”, tegas kakek dalam hatinya sambil melirik sekilas pada lafadz yang tadi dipertanyakannya.
“Hanya luka kecil bekas goresan gelang tajam ini, matinya ternyata bukan karena usaha memutus nadinya sendiri”, sahut kakek meyakinkan dirinya. Diambilnya gelang berbentuk nun pak ‘Ainun itu lalu di tempelkan bersanding dengan huruf mim pada lafadz Ar-Rahma. Dengan bantuan sedikit darah yang masih menetes, nun itupun melekekat erat. “sempurna”, bisik kakek Andolo sambil memetik hikmah bisikan Allah yang harus didengar oleh warga Murhum yang sedang diuji Allah lewat bencana air ini. Kasih sayang Allah selalu ada buat seluruh makhluk-Nya, namun terkadang kita sendiri yang tidak mau mengasihi dan menyawangi Sunnatullah itu sendiri, dimanakah keadilan saat kita belum adil pada makhluknya yang lain?.
***
Dalam perjalanannya, setelah jenazah pak ‘Ainun di makamkan di sekitar semak belukar hutan bambu, hari berganti tahun dan ternyata bukit Wolio kini menjadi lahan usaha baru bagi warga Murhum yang kehilangan segala hartanya sebab amukan air kala itu. Mayoritas warga Murhum adalah Muslim, merekapun mengabadikan kaligrafi surt Al-Fatihah peninggalan keluarga bapak ‘Ainun sebagai sebuai inspirasi baru dalam kehidupan baru mereka di lahan bambu itu. Rumah Bambu peredam duka kala itu, masih terawat dan dilestarikan hingga kini, bahkan sebagian warga mulai membuat rumah bambu di sekitar kediaman almarhum pak ‘Ainun. Tidak hanya itu, sebuah masjid megah berinterior bambupun mereka dirikan dengan kokoh di tengah kampung itu, mesjid itu bernama Masjid Ar-Rahman. Sangat terasa keakraban yang mereka ukir bersama-sama dalam shaf kala adzan dan iqomah telah berkumandang. Ternyata bagi warga Murhum, Warisan dan Amanah akan lebih berkristal jika di lestarikan bukan dipikirkan dan terus dicitrakan bukan dilamunkan, apalagi dirusak tanpa rasa tanggung jawab. Usaha design dan pembuatan kaligrafi ala bahan bambu di kampung Murhum kini menembus pasaran internasional, terutama Negara-negara islam di sekitar jazirah Arab begitupun dengan kota-kota besar di dalam negeri. Ada getaran tersendiri bagi mereka saat tangan mereka mangukir ayat-ayat-Nya dari alam ciptaan-Nya, ada upaya mengamalkan bahkan mengalamkan ayat-ayat itu.
***


* Penulis adalah Mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta